Pengamat: Jangan Sampai Indonesia Hanya Jadi Pasar Kendaraan Listrik

OkeBiz372 Dilihat

MEDAN | okemedan. Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengungkapkan ada beberapa hal krusial yang harus diperbaiki oleh pemerintah apabila ingin ekosistem kendaraan listrik berkembang di Indonesia.

Pertama, memperbaiki kebijakan hilirisasi nikel — salah satu bahan baku utama baterai kendaraan listrik. Indonesia, menurutnya, hanya menikmati sekitar 30 persen dari peningkatan nilai tambah ini, sementara selebihnya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan asing, umumnya asal China.

“Karena yang mendominasi smelter itu adalah perusahaan-perusahaan China. Akibatnya, ekosistemnya tidak terbentuk. Karena apa? Karena hanya turunan pertama, atau paling maksimal turunan kedua lalu kemudian di ekspornya ke China juga dengan harga yang relatif lebih murah. Dominasi China inilah yang menyebabkan Tesla tidak jadi investasi di Indonesia,” ungkap Fahmy.

Keadaan ini, katanya, diperparah dengan Penerbitan Perpres Nomor 79 Tahun 2023 sebagai revisi dari Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.

Perpres tersebut, menurutnya, memundurkan target penerapan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) sebesar 40 persen dari tahun 2024 ke 2026.

Perpres itu juga, kata Fahmy, memberi insentif berupa pembebasan bea masuk atas impor kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU).

Dengan berbagai kebijakan tersebut, kata Fahmy, Jokowi mengingkari komitmennya sendiri untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik di tanah air.

“Ini membahayakan karena Indonesia akan menjadi pasar yang cukup besar tanpa bisa memproduksi sendiri. Ini seperti yang terjadi pada mobil konvensional yang sampai sekarang didominasi perusahaan Jepang, Korea, China. Ini saya kira kebijakannya tidak sesuai dengan kebijakan pembentukan ekosistem dan menjadikan Indonesia sebagai pasar saja dan ini hanya menguntungkan produsen dan perusahaan lagi-lagi dari China,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan penjualan mobil listrik di Indonesia belum terlalu tinggi.

Berdasarkan catatan Gaikindo, penjualan mobil listrik pada 2021 hanya 670 unit dan kemudian terhenti sama sekali selama pandemi COVID-19. Masih menurut Gaikindo, penjualan melonjak menjadi 10.000 unit pada 2022, dan mencapai 14.000 unit pada 2023.

“Jadi itu gradualnya kelihatan. Tapi untuk menarik kesimpulan masih terlalu dini karena baru dua tahun kita belum tahu perilaku dari konsumen kita. Walaupun itu kemudian mengundang banyak pemain baru untuk masuk ke Indonesia,” ungkap Kukuh.

Di sela-sela kunjungan kerjanya ke Vietnam, Presiden Joko Widodo mengunjungi langsung pabrik mobil listrik VinFast. Ia mengatakan produsen kendaraan listrik itu, akan berinvestasi di Indonesia. Namun, Jokowi tidak membeberkan secara rinci bentuk investasi seperti apa yang akan dilakukan oleh VinFast.

“Saya juga mencatat investasi Vinfast di Indonesia senilai $1,2 miliar dalam industri mobil listrik dengan target nanti di tahun 2026 sudah berproduksi. Saya berharap Vinfast juga dapat berkolaborasi dengan pengusaha dan peneliti di Indonesia,” ungkap Jokowi di Kantor VinFast di Kota Hai Phong, Vietnam, Sabtu (13/1).

Jokowi menjelaskan VinFast merupakan salah satu perusahaan otomotif yang berkembang pesat saat ini di negaranya. Ia pun berharap kehadiran VinFast di Indonesia akan membuat ekosistem kendaraan listrik Tanah Air bisa berkembang dengan lebih baik.

VOA

Tinggalkan Balasan