Taliban Larang Perempuan Afghanistan Kuliah

KABUL | okemedan.Taliban di Afghanistan makin memperketat larangan bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan tinggi dengan melarang pelajar putri untuk mengikuti ujian masuk universitas swasta. Larangan itu berlaku hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Kepada VOA, juru bicara Kementerian Pendidikan Tinggi Taliban Ziaullah Hashmi, Sabtu (28/1), membenarkan bahwa mereka telah mengirimkan surat kepada seluruh universitas swasta di Afghanistan yang memerintahkan agar tidak menerima mahasiswi untuk semester musim semi mendatang.

Ujian masuk akan berlangsung pada akhir Februari.

Surat tersebut memperingatkan bahwa universitas-universitas yang tidak memberlakukan dekrit tersebut akan menghadapi tindakan hukum.

Taliban telah melakukan pembatasan besar-besaran terhadap hak-hak dan kebebasan perempuan, mengecualikan mereka dari sebagian besar bidang pekerjaan dan melarang mereka menggunakan taman, pusat kebugaran, dan tempat pemandian umum.

Mereka melarang anak perempuan bersekolah selepas kelas enam, sejak merebut kembali kekuasaan pada Agustus 2021.

Bulan lalu, para penguasa Islamis secara tiba-tiba menutup universitas bagi mahasiswi hingga pemberitahuan lebih lanjut. Mereka juga melarang perempuan bekerja untuk organisasi non-pemerintah nasional dan internasional.

Larangan terbaru ini telah memicu protes global dan seruan agar dicabut. Hal ini juga mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Kabul bulan ini untuk menyampaikan keprihatinan internasional dan mendesak para pemimpin Taliban untuk melonggarkan pembatasan terhadap perempuan.

Bulan Januari lalu, Taliban mengindikasikan bahwa mereka mungkin akan melonggarkan larangan pendidikan yang diberlakukan bagi perempuan. Kelompok tersebut mengatakan sedang berusaha mengatasi “langkah sementara ini.”

Pernyataan itu muncul sebagai tanggapan atas seruan aliansi negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim agar Taliban mencabut larangan pendidikan bagi anak perempuan dan perempuan pekerja bantuan Afghanistan.

Ke-57 anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang berbasis di Arab Saudi, pada Rabu (11/1), mengadakan “pertemuan luar biasa” komisi eksekutif. Mereka membahas pembatasan Taliban terhadap perempuan.

Deklarasi OKI pascapertemuan menggambarkan larangan itu sebagai pelanggaran hukum Islam dan “metodologi” Nabi Muhammad. OKI mendesak Taliban mempertimbangkan kembali keputusannya melarang perempuan menempuh pendidikan dan bekerja.

Juru bicara ketua Taliban, Zabihullah Mujahid, pada Kamis (12/1), dalam tanggapannya mengatakan bahwa pemerintahnya menyambut baik pertemuan OKI dan deklarasinya. Namun dalam pernyataan yang dirilis ke media, ia mendesak masyarakat internasional “untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri” Afghanistan.

Keprihatinan organisasi ini terhadap pendidikan perempuan bisa dipahami,” ujarnya. “Tetapi Emir Islam telah mengambil langkah sementara dan berusaha menciptakan kondisi untuk mengatasi masalah ini,” kata Mujahid. Ia tidak menjelaskan lebih detil. Ia menyebut Emir, gelar resmi pemerintahan Taliban di Kabul.

VOA

Tinggalkan Balasan