BANGKOK | okemedan.Thailand melegalkan penanaman ganja dan konsumsinya dalam makanan dan minuman pada Kamis (9/6) untuk meningkatkan sektor pertanian dan pariwisatanya, tetapi merokok ganja masih dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hukum. Thailand merupakan negara Asia pertama yang melegalkan konsumsi dan penanaman mariyuana.
Para pembeli mengantre di gerai yang menjual minuman permen, dan barang-barang lainnya yang mengandung ganja, saat sejumlah warga yang mendukung aturan tersebut menyambut reformasi di negara yang telah lama dikenal memiliki undang-undang anti-narkoba yang ketat.
Di antara mereka yang mengantre di depan salah satu toko di Bangkok adalah Rittipong Dachkul, 24, yang menunggu sejak Rabu (8/6) malam untuk membeli mariyuana legal pertamanya.
“Saya naik bus ke sini setelah saya pulang kerja,” kata Rittipong kepada Reuters.
“Kita sekarang sudah bisa menemukannya dengan mudah, kita tidak perlu khawatir dengan sumbernya, tetapi saya tidak tahu tentang kualitasnya,” katanya merujuk pada produk yang ditawarkan.
Thailand, yang memiliki tradisi menggunakan ganja untuk menghilangkan rasa sakit dan kelelahan, melegalkan obat yang menggunakan ganja pada 2018.
Pemerintah, yang mengandalkan tanaman itu sebagai tanaman komersial, berencana memberikan satu juta bibit untuk mendorong petani menanamnya.
“Setelah COVID, ekonomi menurun, kami benar-benar membutuhkan ini,” kata Chokwan Kitty Chopaka, pemilik toko yang menjual permen karet ganja.
Namun pihak berwenang mencegah ledakan penggunaan ganja untuk kebutuhan senang-senang dengan membatasi kekuatan produk yang ditawarkan.
Kepemilikan dan penjualan ekstrak ganja yang mengandung lebih dari 0,2 persen bahan psikoaktifnya, tetrahydrocannabinol (THC), tidak diperbolehkan.
Mereka yang melanggar hukum masih bisa menghadapi hukuman penjara dan denda.
Aplikasi Menanam Ganja
Penanam ganja harus mendaftar di aplikasi pemerintah yang disebut PlookGanja, atau menanam ganja, julukan lain untuk tanaman berdaun runcing. Hampir 100.000 orang telah mendaftar ke aplikasi tersebut, kata pejabat Kementerian Kesehatan Paisan Dankhum.
Kementerian Kesehatan mengatakan telah menyetujui 1.181 produk termasuk kosmetik dan makanan, yang mengandung ekstrak ganja dan mengharapkan industri tersebut akan menghasilkan sebanyak 15 miliar baht ($435,16 juta) pada 2026.
Bisnis besar mulai bermunculan.
Konglomerat agroindustri Charoen Pokphand Foods Pcl dan perusahaan energi Gunkul Engineering telah bekerja sama untuk memproduksi makanan dan minuman yang mengandung ekstrak tersebut.
Sebelumnya, Februari 2022 lalu, Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand Anutin Charnvirakul, Selasa (8/2) menandatangani secara resmi suatu langkah yang sepenuhnya menghapus ganja dari daftar obat-obatan terlarang, sebuah tindakan yang membawa negara Asia Tenggara itu pada dekriminalisasi ganja.
Langkah yang akan berlaku 120 hari setelah diterbitkan dalam lembaran pemerintah itu berarti semua bagian dari ganja, termasuk bunga dan biji, diizinkan untuk digunakan di Thailand.
Tetapi, konten yang diekstraksi dengan kadar lebih dari 0,2% tetrahydrocannabinol (THC), bahan psikoaktif yang menghasilkan kondisi “high” atau pengaruh tinggi pada pemakainya, masih tetap ilegal.
Kebijakan itu bertujuan mempromosikan penggunaan ganja sebagai pengobatan dan membangun industri pendukung terkait produk tersebut.
Produksi, penjualan, dan kepemilikan ganja sebagian tetap diatur. Namun, penggunaan ganja untuk rekreasi belum legal. Kanabis adalah spesies tanaman yang kelompok tanaman ganja.
Thailand, pada tahun 2020 menjadi negara Asia pertama yang mengizinkan produksi dan penggunaan ganja untuk pengobatan, di bawah kontrol yang ketat.