MEDAN I okemedan. BBM solar bersubsidi yang ditujukan bagi nelayan di Medan Belawan dan sekitarnya, langka. Akibatnya, nelayan kesulitan untuk melaut.
Hal ini diungkapkan Ketua DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan, Muhammad Isa Albasir, Senin (6/9/2021), di Belawan.
Dia menyampaikan, supaya bisa tetap melaut, nelayan harus membeli BBM solar dengan harga yang cukup mahal, yaitu antara Rp7.000 hingga Rp7.500 per liter yang dibeli dari pedagang eceran.
Harga tersebut jauh di atas harga jual BBM solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp5.150 per liter.
Sedangkan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN), BBM solar tidak tersedia. Tak sedikit juga yang terpaksa membeli di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan membawa jirigen.
Lebih lanjut Basir menjelaskan, dengan harga beli BBM solar yang cukup tinggi, otomatis biaya operasional yang harus dikeluarkan nelayan semakin besar.
Sementara, harga jual hasil tangkapan di tingkat lokal relatif stabil atau begitu-begitu saja. Yang diharapkan nelayan adalah tangkapan yang bisa diekspor karena harga jualnya yang kian membaik. Akan tetapi, tangkapan menjadi berkurang sebab BBM solar bersubsidi sulit diperoleh.
Kalau membeli solar ke pedangan eceran, tentu bertambah besar modalnya. Hasilnya, hanya untuk lepas-lepas makan. Sementara, kebutuhan lain-lain juga sangat perlu ditutupi.
“Untuk apa nelayan melaut kalau hanya untuk bayar minyak saja?” keluhnya.
Dia berharap, pemerintah melalui Pertamina, tidak menganaktirikan nelayan yang merupakan pahlawan protein bangsa dengan menambah kuota BBM solar bersubsidi di kawasan Belawan dan sekitarnya. Soalnya, dengan jumlah kuota yang selama ini hanya 20.000 liter per bulan, tidak akan cukup.
“Jumlah nelayan yang tergabung dalam KNTI Kota Medan saja, sebanyak 1.400 orang. Jika dikalikan dengan kebutuhan per sekali melaut rata-rata lima liter saja, inikan sudah sangat kurang dan jelas-jelas tak mencukupi,” keluhnya lagi.
OM-zan
