Penyadapan Pohon Pinus di Kabupaten Samosir Diduga Ilegal

Hukum15 Dilihat

SAMOSIR | okemedan. Penyadapan alias penderesan pohon pinus di Seputaran Danau Toba marak, diduga illegal dan tak mengantongi izin. Mirisnya lagi menguap diduga penyadapan pohon Pinus tersebut dibekingi oknum aparatur negara.

Parahnya lagi, akibat dari penyadapan pohon yang merupakan pohon hutan sebagai salahsatu penyangga Danau Toba, tampak daunnya mengalami kekeringan dan akhirnya mati.

Imbas buruknya pun, memunculkan kekhawatiran bagi masyarakat khususnya pengguna jalan, terhadap potensi tertimpa pohon yang daunnya telah mengalami kekeringan tersebut.

Tak hanya itu, matinya pohon pinus yang menjadi salahsatu pohon hutan sebagai penyangga Danau Toba, juga dinilai dapat merusak keasrian Sumber Daya Alam yang merupakan potensi besar penghasil devisa dari sektor wisata.

Bukan cuma itu, selain rusaknya keasrian Danau Toba, akibat penderesan itu juga memunculkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, hingga falsafah miring ‘Samosir Menangis’ mulai melekat di tengah warga.

Setidaknya, informasi hal penyadapan Pohon Pinus di Kabupaten Samosir di atas itu dihimpun wartawan dengan langkah demi langkah, hingga Kamis (18/02/2021).

Nyaris Bentrok

Persisnya, di Desa Marlumba Kecamatan Simanindo, disuguhkan dengan pemandangan yang miris. Ratusan batang pohon pinus terlihat terkelupas, akibat sayatan penyadapan alias penderasan.

Setidaknya, dalam 1 batang pohon Pinus tampak sekira 4-5 sayatan bekas penderesan. Kemudian di bawah dari penderasan itu diletakkan mangkok untuk menampung getah dari pohon, yang menjadi salahsatu penyangga Danau Toba.

Dan anehnya, saat wartawan mengambil foto dan video pohon Pinus, sekelompok orang gerah bahkan mengeluarkan ungkapan bernada marah.

“Mau untuk apa kalian ngambil photo itu, jangan sembarangan,” celetuk salahsatu orang dari sekelompok penderas.

Menanggapi itu, wartawanpun balik menyoal, “Anda siapa…! kenapa melarang wartawan melakukan peliputan,” cetus wartawan menjawab ungkapan bernada gerah dari kelompok orang penderes pinus itu.

“Tak perlu kau tau siapa kami, yang pasti kami tidak terima anda meliput lahan ini,” balas salah seorang dari kelompk penderes itu, sedangkan rekannya yang lain terlihat terburu-buru menjumput mangkok-mangkok dan karung-karung yang berisi getah pinus.

Di tengah perdebatan itu, salah seorang warga, bernama M Turnip yang belakangan diketahui sebagai pemilik lahan pun datang. Ia langsung marah-marah, kepada oknum penderes.

“Yang tak berkepentingan di lahan ini silahkan pergi,” sebutnya.

Tak sampai di situ, M Turnip juga menyoal, kepada kelompok penderes mengenai izin. “Apa kalian punya izin menderes pohon pinus,” tanya M Turnip.

“Ada saya punya izin,” jawab, salah seorang dari kelompok penderes yang belakangan mengaku bahwa dirinya, bernama Silalahi Putra Balian Janji Torping, dan ke 3 anggota lainnya bernama Hotlan Silalahi, Lambok Silalahi dan Radot Silalahi.

Tapi anehnya, saat M Turnip meminta bukti kepemilikan izin kepada Silalahi Putra Balian Janji Torping. Dia berkilah, mengakui izin penderesan pinus sebagaimana yang diminta tak dibawanya. “Ada di rumah, tak mungkinlah kubawa-bawa,” ucapya.

“Sudah nanti kita bereskan ini semua, ayo kita ke Polsek,” sambung pria bermarga Silalahi tersebut sambil memerintahkan anggota, untuk membawa karung berisi getah pinus dengan dalih akan di bawa ke Polsek.

Falsafah Miring ‘Samosir Menangis’

Sementara, J Turnip, salah seorang warga Desa Marlumba Kecamatan Simanindo, kepada wartawan mengatakan, penderesan pinus untuk diambil getahnya dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat, yang dikomandoi oleh salahsatu oknum aparatur negara.

Dia juga menjelaskan, tindakan mereka menderes pohon pinus itu mengakibatkan matinya pohon yang kami harapkan sebagai penyangga Danau Toba.

“Sedih kami melihat ulah oknum apartur yang mengkomandoi sekolompok masyarakat itu,” cetus J Turnip.

Selain itu, bilang J Turnip, penderesan pohon pinus itu juga mengakibatkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat. Soalnya penderes yang dikomandoi oknum aparatur itu, tak mempedulikan lagi kepemilikan lahan masyarakat lainnya.

“Saat melakukan penyadapan mereka tak peduli dengan si pemilik lahan dari tumbuhnya pohon pinus itu, asal mereka lihat pohon pinus sudah bisa dideres, langsung saja mereka deres tanpa ada izin dari si pemilik lahan,” ungkapnya.

Kalaulah keadaan seperti ini dibiarkan terus terjadi, wajah muram berpotensi kegaduhan di tengah-tengah masyarakat Samosir menganga lebar.

“Efek luasnya pun ‘Pulau Samosir Menangis’ bisa saja terjadi dalam waktu dekat,” ungkap pria paruh baya bernada falsafah, dalam memandang kehidupan sosial di Samosir.

Berkilah

Sayangnya, terkait hal itu ketika dikonfirmasi Kacab 13 Dolok Sanggul Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, B Purba, melalui sambungan WA seluler belum berhasil bahkan terkesan berkilah.

“Saya lagi di Medan, datang sajalah ke kantor, besok kita ketemu,” bilangnya yang sinyalkan nada berkilah, Kamis (18/2/2021).

Begitu juga ketika ditegaskan, wartawan akan menemuinya diseputaran Kota Medan, karena berhubungan berada di Medan. Dia balik berkelit. “Saya rapat ini, besok sajalah di kantor,” bilangnya lagi-lagi berkilah.

Tak mau kehilangan mendesak agar menjawab pertanyaan lewat seluler saja, namu tak berhasil juga. Bahkan secara tiba-tiba.

“Apa-apa kamu tanya apa, kok tak dengar,” ucapnya dari sambungan seluler berlakon seperti gangguan jaringan, yang kemudian disertai dengan putusnya jaringan.

Penderes Harus Kantongi Izin

Terpisah terkait hal itu, ditemukan regulasi terhadap legalitas penyadapan getah pinus. Di antaranya, diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Direktorat Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Direktorat Jasa Lingkungan dan Hasil Hutan Bukan Kayu Hutan Produksi.

Bahkan jajaran Kementrian itu, mengatur Standard Operasional Prosedur (SOP) dengan Nomor: SOP.1/JASLING/UHHBK/HPL.1/1/2020 tentang Sistem Evaluasi Penyadapan Getah Pinus pada Pemegang Izin dan Kerjasama Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Dari cukilan narasi SOP itu ditegaskan bahwa yang melakukan penyadapan atau penderesan pinus harus mengantongi izin dari Kementrian dan kerjasama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan.

Dalam SOP tersebut juga diatur koakan penderasan atau penyadapan terhadap pohon Pinus, mulai dari besaran pohon yang dapat dideres hingga besaran koakan penderasannya, secara rinci terlihat diatur dalam SOP.

Kemudian dalam SOP itu juga ditegaskan bahwa dibuatnya peraturan merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang juga ditegaskan untuk dipedomi, khususnya bagi pemegang izin.
OM-red

Tinggalkan Balasan