Fakta Uji Klinis di Balik Tertularnya 25 Relawan Vaksin Sinovac di Bandung

JAKARTA | Okemedan. Tim uji klinis vaksin Sinovac di Bandung mengungkap ada 25 relawan atau partisipan yang terinfeksi COVID-19, 7 orang dari kelompok vaksin dan 18 dari kelompok plasebo atau obat kosong. Mengejutkan?

Nggak juga sih. Sejak awal para ilmuwan mengingatkan, tidak ada satupun produk vaksin COVID-19 yang akan membuat seseorang 100 persen kebal infeksi. Kemungkinan tertular akan tetap ada setelah disuntik vaksin, tetapi dampaknya akan lebih kecil dibanding tanpa vaksin.

Dalam berbagai uji klinis, selalu ada relawan yang tetap terinfeksi meski sudah disuntik vaksin COVID-19. Sebaliknya, pada kelompok plasebo yang mendapat ‘obat kosong’ juga tidak akan semuanya terinfeksi.

Sebagai gambaran, relawan uji klinis dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mendapatkan suntikan vaksin, dan satu kelompok lagi mendapat plasebo dan berfungsi sebagai kontrol atau pembanding.

Dari perbandingan jumlah relawan yang terinfeksi dari kelompok yang divaksin dengan kelompok yang mendapat plasebo inilah, para ilmuwan akan mendapat gambaran seberapa ampuh vaksin bekerja memberikan perlindungan terhadap infeksi.

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang uji klinis vaksin dan kenapa relawan tetap bisa tertular, terangkum sebagai berikut.

Dalam uji klinis, efikasi tidak sama dengan efektivitas. Mudahnya, efikasi adalah gambaran seberapa efektif nantinya ketika vaksin digunakan dalam komunitas. Kenapa dibedakan? Karena kondisi dalam uji klinis relatif lebih terkontrol, tidak selalu sama persis dengan kondisi sesungguhnya di komunitas.

Nilai efikasi didapatkan dari perbandingan jumlah relawan yang tertular dari kelompok penerima vaksin, dengan jumlah relawan yang tertular dari kelompok plasebo. Rasio ini dikalkulasi dengan perhitungan tertentu, lalu nilainya dinyatakan dalam persen. Kalau tidak ada relawan yang terinfeksi sama sekali, bagaimana caranya mendapatkan nilai efikasi?

Untuk menguji seberapa ampuh efek perlindungan sebuah vaksin, para relawan memang tidak mendapat perlakuan khusus setelah mendapat suntikan, baik vaksin maupun plasebo. Artinya, risiko terpapar infeksi sebisa mungkin dibuat sama seperti dalam keseharian. Relawan tidak dikurung atau diisolasi.

Nah, pemilihan relawan uji klinis menjadi salah satu faktor yang menentukan hasil pengamatan. Di Brasil misalnya, sebagian besar relawan uji klinis vaksin Sinovac adalah tenaga medis yang dalam kesehariannya memang lebih berisiko tertular.

Karenanya, tidak mengejutkan jika ada 288 relawan uji klinis di Brasil yang didapati tertular Covid-19 Sebanyak 160 relawan berasal dari kelompok plasebo, dan 128 relawan dari kelompok vaksin! Lagi-lagi, perbedaan ini juga yang nantinya mempengaruhi nilai efikasi yang didapatkan. (dth)

 

 

Tinggalkan Balasan