MEDAN I okemedan. Dr Muryanto Amin S Sos MSi mengaku tidak pernah dipanggil tim penelusuran dugaan plagiat untuk memberikan klarifikasi atas dugaan plagiarisme dalam bentuk self plagiarisme atau auto plagiarism.
“Saya sayangkan bahwa Tim belum pernah memanggil saya untuk memberikan klarifikasi agar hasil pemeriksaan terhadap diri saya dapat lebih dapat lebih akurat, adil dan bijaksana,” ujar Muryanto Amin dalam surat jawaban Nota Pembelaan Atas Dugaan Plagiat yang beredar di media sosial, Minggu (17/1/2021).
Surat itu tertanggal 15 Desember 2020 sebanyak 23 halaman yang ditujukan kepada Rektor USU, Ketua Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Ketua Komisi Pembinaan Suasana Akademik dan Etika Keilmuan Dewan Guru Besar
Universitas Sumatera Utara dan Tim Penelusuran Dugaan Plagiat (Dibentuk berdasarkan SK Rektor
USU No. 2846/UN5.1.R/SK/TMP/2020).
Baca juga : WR I USU: Kami tidak Dilibatkan Pembentukan Komite Etik
Muryanto Amin menyebutkan, terkait dengan pencegahan dan penanggulangan plagiat di perguruan tinggi di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tersebut, bahwa setiap dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang diduga melakukan plagiat diberi kesempatan melakukan pembelaan di hadapan sidang senat akademik atau organ lain yang sejenis.
“Dengan demikian, merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat (5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010, saya memiliki hak menurut aturan hukum yang berlaku untuk melakukan pembelaan diri atas perbuatan plagiat yang didugakan kepada saya. Merujuk pada ketentuan Pasal 11 ayat (5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010, alangkah bijaknya jika Tim Penelusuran terlebih dahulu memanggil saya untuk memberikan klarifikasi sebelum merumuskan kesimpulan/rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap diri saya,” jelasnya.
Baca juga :SK Rektor USU No 82 Maladministrasi dan Bisa Dipidanakan
Ditambahkan, tim tidak memanggilnya untuk melakukan klarifikasi agar bisa mendapatkan informasi dua arah sebagai dasar pengambilan keputusan.
Dia menilai tim hanya melakukan persandingan dengan melakukan penghitungan secara kuantitatif
terhadap tingkat kesamaan/kemiripan tanpa mendapatkan informasi dari pihak yang diduga mengenai kejadian atau peristiwa secara utuh tentang apa yang telah terjadi sebenarnya sehingga dugaan kemiripan/kesamaan tersebut terjadi.
Tim juga tidak melakukan pemeriksaan silang kepada saya sebagai yang diduga melakukan plagiarism untuk mengetahui secara lebih objektif apakah telah terjadi plagiat. Tim juga tidak pernah mempertimbangkan upaya-upaya yang saya lakukan untuk mencegah dan menghindari terjadinya apa yang diduga sebagai perbuatan self plagiarism tersebut.
“Saya menyatakan dan dapat membuktikan bahwa tidak melakukan pelanggaran etika keilmuan dan integritas moral yang berulang-ulang. Hal ini sudah saya jelaskan,” katanya.
“Bahkan, beberapa tahun yang lalu sudah ada niat baik saya menarik semua artikel yang mirip/sama tetapi Editor lalai melakukan tugasnya,” katanya lagi.
Dia menjelaskan, banyaknya publisher predator di dunia ini sebenarnya sangat mudah membunuh karir seorang dosen di Indonesia. Jika seorang dosen punya tulisan yg sudah terbit katakanlah Dosen A. Jika ada “oknum” yang berniat kurang baik, maka cukup terbitkan kembali tulisan itu di jurnal predator dengan mengaku sebagai “Dosen A”.
“Karena Editor jurnal itu tidak
pernah klarifikasi atau melakukan check similarity sebelum diterbitkan. Dan editor juga tidak pernah melakukan verifikasi ke semua nama-nama di tulisan. Maka dalam waktu beberapa bulan saja akan ada 2 tulisan yang sama diterbitkan. Mudah ditebak si A akan dituduh melanggar Etika. Apakah elok kita menghukum Dosen A tanpa melakukan klarifikasi? Inilah yang bisa menghancurkan karir Dosen A tanpa ampun,” terangnya.
Dia menyadari artikel pada The Social Science dan Jurnal IJSRM tidak seharusnya terbit.
“Secara sadar saya sudah melakukan tindakan MENARIK (Retraction) pada jurnal IJSRM dan MENARIK (Withdraw) pada jurnal The Social Science bahkan sebelum terbit. Tetapi saya tidak berdaya Editor tetap menerbitkannya. Saya sadar bahwa dikemudian hari kedua artikel pada The Social Science dan IJSRM akan menimbulkan masalah maka sampai sekarang kedua artikel ini tidak pernah saya gunakan untuk urusan apapun, baik
pangkat dan Insentif.
“Pada kasus ini saya adalah Korban Kelalaian Editor,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dr Muryanto Amin S Sos MSi terbukti bersalah melakukan dugaan plagiarisme.
Baca juga : Terbukti Plagiat, Muryanto Amin Diberi Sanksi
Hal itu terungkap adanya keputusan Rektor USU Nomor: 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 Tentang Penetapan Sanksi Pelanggaran Norma Etika Akademik/Etika Keilmuan dan Moral Sivitas Akademika Atas Nama Dr Muryanto Amin S.Sos MSi Dalam Kasus Plagiarisme, tanggal 14 Januari 2021.
Wakil Rektor 3 USU Prof Drs Mahyuddin KM Nasution MIT Ph dalam temu pers, Jumat (15/1/2021) mengatakan, keputusan Rektor USU tersebut dibuat berdasarkan keputusan
Komite Etik USU tentang dugaan pelanggaran Etika Keilmuan dan Moralitas Sivitas Akademika dalam bentuk Plagiarisme oleh Dr Muryanto Amin S Sos MSi Nomor 55/UN5.1.KE/SK/TPM/2021 tanggal 12 Januari 2021.
Dalam putus itu, kata Prof Mahyuddin, menyatakan Dr Muryanto Amin S.Sos., M.Si. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja dan berulang melakukan perbuatan self-plagiarism atau autoplagiasi (plagiasi diri sendiri), Dr. Muryanto Amin, S.Sos M.Si. melanggar norma dan etika akademik kategori berat.
Komite Etik USU juga merekomendasikan kepada Rektor untuk Menjatuhkan hukuman sanksi akademik kepada Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. berupa skorsing dari aktivitas akademik di lingkungan Universitas Sumatera Utara selama 2 (dua) tahun sejak diputuskan, dan/atau paling tidak penundaan pemberian hak dosen, penundaan kenaikan pangkat, jabatan dan golongan selama 2 (dua) tahun sejak diputuskan,
Memerintahkan Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si. untuk mengembalikan insentif publikasi ilmiah yang diterimanya atas artikel pada Jurnal Man in India kepada Bendaharawan Universitas Sumatera Utara karena perbuatan self-plagiarisme tersebut untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya yakni sebagai salah satu persyaratan kenaikan pangkat/golongan dari Lektor Kepala ke Guru Besar, dan mendapatkan insentif publikasi ilmiah.
Atas keputusan Komite Etik USU itu, lanjut Prof Mahyuddin, lalu Rektor USU membuat keputusan Nomor: 82/UN5.1.R/SK/KPM/2021 yang menyebutkan Dr Muryanto telah terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan dengan sengaja dan berulang melakukan perbuatan Plagiarisme dalam bentuk self-plagiarisme, melanggar etika keilmuan dan moral sivitas akademika
Selanjutnya menghukum Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si penundaan kenaikan pangkat dan golongan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal keputusan ini dikeluarkan, menghukumnya untuk mengembalikan insentif yang telah diterimanya atas terbitnya artikel berjudul: A New Patronage Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada Jurnal
Man in India, terbit September 2017, ke Kas Universitas Sumatera Utara.
Disinggung apakah putusan tersebut berpengaruh terhadap terpilihnya Dr Muryanto sebagai Rektor USU, Prof Mahyuddin mengatakan hal tersebut merupakan ranahnya Majelis Wali Amanat (MWA) USU dan Mendikbud.
“Rektor hanya memberikan sanksi terhadap keputusan Komite Etik USU. Kalau terkait itu bukan wewenang kita. Sebab, jika tidak dibuat keputusan tersebut, maka Rektor juga yang akan kena,” jelas Prof Mahyuddin.
OM-zan