Oleh: Tondi FR
Musik adalah bahasa, dengan alphabetical berupa bunyi. Rangkaian dari bunyi tersebut adalah serupa dengan kata – kata atau kalimat.
Bermain musik adalah sama dengan berbicara. Yaitu, menyampaikan suatu ‘pesan’ atau mengkomunikasikan apa – apa yang ada di dalam fikiran. Menyampaikan sebuah cerita.
Bermain musik adalah berbicara dengan menggunakan pita suara, piano, gitar, biola dan berbagai instrument penyampai pesan lainnya. Musik ensemble atau choir adalah sama seperti sekelompok orang berbeda yang sedang menyampaikan kalimat dengan pesan yang sama.
Musik adalah sama seperti berbicara. Namun bukanlah berbicara seperti percakapan biasa. Tepatnya adalah berbicara seperti sedang ber-retorika, berpidato & orasi. Yang membutuhkan struktur, mood, aksentuasi, artikulasi dan dinamika. Kita harus berbicara dengan tempo yang teratur, namun harus memiliki langgam. Misal rubato.
Ini agar supaya audiens yang mendengarkan dengan mudah tertarik, tidak bosan dan dapat menangkap pesan yang dikomunikasikan dengan mudah.
Seperti Bahasa, musik juga memiliki dialek. Yang mana setiap orang terlahir dengan lingua franca-nya masing – masing. Maka, sebagus apapun seseorang berbahasa asing tetap tidak akan sesempurna ketika ia berbicara dengan bahasa Ibunya. Seorang yang ahli pidato dan retorika dengan bahasa Ibunya, tetap tidak akan bisa melakukan hal yang sama 100 % secara kualitas ketika berbicara dengan bahasa berbeda.
Setiap orang memiliki dialek bahasa masing – masing. Dan seperti itu pula di dalam membahasakan bunyi. Ketika seseorang bernyanyi dan bermain instrument musik sekalipun misalnya beberapa orang membunyikan notasi yang yang sama pda dasarnya, tidaklah menghasilkan kualitas tone dan mood yang sama.
Sementara, ketika seseorang memainkan musik dan lagu yang bukan merupakan karyanya lbih baik ia memainkan dengan dialek sebenarnya. Sedangkan mereka yang meniru dialek orang lain, adalah seperti seorang yang mencoba berbicara bahasa Arab dengan dialek Jawa.
Dialek dihasilkan dari kinerja motorik organ manusia yang bersifat nature dan instingtif. Inilah yang disebut sebagai orisinalitas dari setiap orang. Setiap orang memiliki dialeknya masing – masing. Hanya mereka yang dapat menjaga inilah yang orisinil.
Namun, kriteria industri musik, public judgement dan tuntutan teknikal tinggi dari penilaian yang subjektif, serta preferensi yang karena tuntutan / pilihan selera menyebabkan kita membunuh orisinalitas.
Kita banyak membunuh orisinalitas dari setiap orang yang sedang berbicara dengan musiknya menggunakan dialek mereka. Kita mendikte orisinalitas itu dan atau abai bahkan meminta untuk menghapus orisinalitas maupun menutupinya.
Malah, kita meminta seseorang berbicara dengan dialek orang lain dan bahkan bukan dengan dialek Lingua Franca-nya. Hanya karena dialek orang lain sedang kita senangi saat itu atau sedang disukai banyak oleh orang.
Justifikasi yang bersifat temporer. Hingga banyak dari kita yang tidak menyadari, bahwa sebenarnya kita tidaklah orisinil sama sekali.
Sementara, sebagus apapun kita secara tehnikal, namun tidak orisinil. Berarti kita hanyalah benda seni replika. Sebuah tiruan dengan kualitas super. Namun, tetap saja bukan Genuine.
Maka sebaiknya, jadilah diri sendiri..! **
(Penulis adalah Song Writer dan Recording Producer )