MEDAN | okemedan. Tujuh orang bocah mendadak mendatangi Markas Polda Sumut, Senin (31/11/2020). Mereka mencari keadilan atas kematian ayahnya.
Bocah bocah ini merasa janggal dengan hasil penyelidikan yang dilakukan Polres Samosir, terhadap Rianto Simbolon, raja adat di Samosir yang dibunuh secara sadis.
“Ya benar, kedatangan mereka demi mencari keadilan,” kata Wakil Direktur Reskrimum Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu, Rabu (2/12/2020).
Anak-anak korban yang masih remaja dan bocah itu didampingi Kuasa Hukum Dwi Ngai Sinaga, Bennri Pakpahan dan Romulo Makarios Sinaga. Korban dan kuasa hukumnya diterima dengan baik oleh AKBP Faisal Napitupulu di ruang kerjanya.
Faisal mempersilakan anak-anak korban masuk ke ruangannya. Dia memberi nasihat-nasihat dan menyemangati ketujuh anak yang kini telah yatim piatu tersebut.
“Saya berharap kasus kematian ayah saya terungkap dengan jelas dan pelaku pembunuhannya dihukum setimpal dengan perbuatannya,” ujar Menanti Simbolon (18), anak sulung korban.
Namun, Menanti tidak bisa menahan tangisnya. Dia terisak. Menyaksikan air mata anak korban, Faisal Napitupulu pun menghiburnya.
“Jangan sedih terus. Menanti itu boru panggoaran, harus tetap semangat. Lihat adik-adikmu ini,” ujar Faisal sambil memeluk Menanti serta
memberi nasihat dan menyemangati ketujuh anak yang kini telah yatim piatu itu.
Romulo Sinaga, saat diwawancarai menuturkan, maksud kedatangan keluarga korban ke Polda Sumut semata untuk melaporkan kejanggalan yang terjadi dalam reka ulang kasus pembunuhan Rianto Simbolon yang digelar di markas Polres Samosir, tempo hari.
Adapun tersangka dalam kasus ini yakni BS (27), TS (42), PS (42), JS (60) dan PaS (24). Seorang lagi dikabarkan buron.
“Pada rekonstruksi itu, polisi tidak ada memunculkan alat bukti batu bata dan empat bilah pisau serta siapa pemeran yang menggunakan barang bukti tersebut. Alat bukti serta peran beberapa tersangka ini masih belum jelas,” sebut Romulo.
Selain itu, sambung Romulo, ada perbedaan hasil visum sebelumnya yang menyatakan terdapat 11 tusukan, kini malah berkurang menjadi 4-5 tusukan saja yang dipaparkan polisi.
“Alat bukti batu bata itu tidak ada perannya. Empat pisau itu pun tidak ada perannya. Masa penyidik mengatakan itu versi tersangka,” ujar Romulo, kuasa hukum.
Memanggapi hal tersebut, Faisal menuturkan, sejak kasus tersebut viral di medsos, dia ingin sekali bertemu langsung dengan anak-anak korban, terkhusus dengan Menanti yang menjerit histeris dalam video yang beredar. Ia tidak menyangka jika keinginanya bertemu Menanti terkabul.
“Sejak viral itu, aku mau jumpa sama anak-anak. Ternyata bisa jumpa juga,” imbuhnya.
Faisal tetap memeluk Menanti seraya bertanya apa yang diharapkannya. “Saya mau keadilan, Pak,” ucap Menanti.
Mendengar permintaan Menanti, Faisal menyatakan siap membantu. Namun pertama sekali, Faisal mengungkapkan bahwa hatinya ikut remuk atas kasus yang menimpa korban. Secara pibadi maupun kelembagaan, kata Faisal, ia turut berempati.
“Amang akan bantu, ya boruku. Tetap semangat karena Menanti sekarang menjadi ayah dan ibu, jangan sedih. Ada apa-apa bilang sama Amang,” ujar Faisal.
Mantan Kapolres Nias Selatan itu juga menuturkan, dirinya telah mendengar langsung cerita dari anak-anak korban, termasuk mengenai susahnya kehidupan mereka sejak ayah mereka berpulangnya.
Sementara mengenai penanganan kasus ini, Faisal menegaskan akan memperkuat Polres Samosir dalam penyidikan, termasuk pada gelar perkara akan dicek semua alat bukti.
“Apabila bukti-bukti nanti tidak lengkap, kita akan minta untuk melengkapinya. Kita wajib bekerja profesional mengangani kasus ini. Nanti akan kita urutkan lagi untuk memastikannya,” terangnya.
Terkait perbedaan hasil visum dengan reka ulang di Markas Polres Samosir pada Kamis (26/11), Faisal mengatakan, akan dilakukan kembali pengecekan luka pada almarhum Rianto Simbolon.
“Mengenai 11 tusukan pada visum awal, lalu pada rekonstruksi hanya 5 itu, nanti kita cek mengenai luka-luka itu,” imbuhnya.
Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat Menanti Simbolon menjerit histeris saat menyaksikan reka-ulang pembunuhan ayahnya. Siswa kelas 3 SMA Negeri 1 Ronggur Ni Huta ini itu meraung-raung saat adegan dimana para tersangka merenggut nyawa ayahnya. Pembunuhan itu dilakukan enam orang tersangka karena alasan kepemilikan tanah dan dendam keluarga.
Pada saat reka ulang itu, kuasa hukum korban dari Law Office Dwi Ngai Sinaga, yakni Dwi Ngai Sinaga, Rudi Zainal Sihombing, dan Benri Pakpahan turut hadir. Reka ulang itu dipimpin Kapolres Samosir AKBP M Saleh dan Kasat Reskrim Polres Samosir AKP Suhartono. Keluarga korban dan masyarakat berkumpul menyaksikan adegan per adegan reka ulang kejadian pembunuhan yang terjadi pada Minggu 9 Agustus 2020 lalu.
OM-bandi